Lombok Barat, NTB - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Jaringan Akar Rumput Lombok (JANGKAR) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Barat terkait dugaan pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh pimpinan DPRD Kabupaten Lombok Barat. 24/08/2022.
Dugaan pelanggaran konstitusi tersebut terkait dengan pemberhentian dan/atau pencabutan Kartu Tanda Anggota (KTA) 2 anggota DPRD Lombok Barat dari Partai Berkarya pada tanggal 13 Oktober 2022 berdasarkan SK DPP Partai Berkarya Nomor:SK-KTA.35/DPP/BERKARYA/X/2021 yang diduga melanggar AD/ART dan/atau melibatkan diri baik secara langsung atau tidak langsung sebagai pengurus Partai Berkarya diluar surat keputusan Menteri Hukum dan HAM RI yang terakhir.
Koordinator Wilayah NTB Jangkar Lombok Daud Gerung, mengatakan dalam orasinya menduga pimpinan DPRD dan seluruh anggota DPRD Lombok Barat tidak memahami peraturan perundang-undangan terkait Pemberhentian antar waktu, Pergantian Antar Waktu (PAW) dan Pemberhentian Sementara.
"Padahal ini kan tiga klausul yang berbeda. Mestinya berhentikan dulu baru nanti disusul dengan PAW."
Daut juga membeberkan Undang-undang yang menyangkut soal Pergantian Antar Waktu yang seharusnya diberlakukan.
"Soal pemberhentian ini terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan, diantaranya; 1). UU Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik Pasal 16 ayat (1) huruf d bahwa Anggota Partai Politik diberhentikan dari keanggotaannya dari Partai Politik apabila Melanggar AD/ART dan Pasal (3) berbunyi dalam hal anggota Partai Politik yang diberhentikan adalah anggota lembaga perwakilan rakyat, pemberhentian dari keanggotaan Partai Politik diikuti dengan pemberhentian dari keanggotaan di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2). UU MD3 Nomor 17 Tahun 2014 Pasal 405, Pasal 406. 3). PP Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota Pasal 99 ayat 1 dan 3, Pasal 100, Pasal 104 dan Pasal 105. 4). PKPU Nomor 6 Tahun 2017 Pasal 5 ayat 1 dan 3, Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8. 5). Dan diperkuat dengan Putusan MK Nomor 45/PUU-XI/2013."Bebernya.
Dihawatirkan olehnya, Konsekuensi dari perbuatan pembiaran akan merugikan keuangan Negara.
"Sampai hari ini masih diperoleh anggarannya oleh 2 oknum anggota DPRD tersebut. Bayangkan saja sampai hari ini terhitung 10 bulan sejak diberhentikan 2 anggota DPRD tersebut, kurang lebih menelan kerugian keuangan negara 3 Miliyar rupiah, mulai dari gaji, Pokir, reses, kunker, dan lainnya. Maka patut diduga ini merupakan perbuatan amoral dan termasuk pada extra ordinary crime. Korupsi berjamaah." Tegas Daud.
Baca juga:
Birokrasi di Era 4.0 Tantang ASN Berkualitas
|
Masa menuntut persoalan tersebut untuk segera diselesaikan, bahkan Masa mengancam akan melaporkan dugaan pelanggaran konstitusi ini ke Aparat Penegak Hukum.
"Kami berharap kepada seluruh stakeholder untuk segera menyelesaikan persoalan ini dan segera mengusut tuntas dugaan kerugiaan keuangan negara tersebut. Jika tidak, maka kami akan menggelar aksi lanjutan dan akan melaporkan dugaan pelanggaran konstitusi yang merugikan keuangan negara ini kepada Aparat Penegak Hukum (APH). Dan kepada pimpinan DPRD Lombok Barat agar legowo saja, memberikan contoh yang baik dan pendidikan politik etis kepada masyarakat Lombok Barat dengan semboyan Patut Patuh Patju nya. Jika tidak, iya mundur saja dari kursi pimpinan DPRD Lombok Barat." Tutupnya.(Adb)